Renungan Kelana Sabda, Kamis 23 November 2023
“Air Mata Sang Penyelamat”
Klemens I, Kolumbanus
|
|
1Mak. 2:15-29; Mzm. 50:1-2,5-6,14-15; Luk. 19:41-44. BcO Yeh. 24:15-27 |
|
Warna Liturgi Hijau |
Para saudara dan saudariku yang terkasih…
Sinar senja menyelimuti Yerusalem, dan langkah Yesus semakin melambat. Matanya menatap kota itu dengan penuh kelembutan, namun air mata pelan-pelan mulai merayap di sudut-sudut matanya. Kota itu, tempat yang sarat akan sejarah dan makna, sekarang menjadi saksi kedatangan Sang Penyelamat. Dalam keheningan, Yesus menangisi kota itu. Bukan tangisan keputusasaan, melainkan jeritan cinta dan keinginan-Nya untuk memeluk setiap jiwa yang ada di dalamnya. “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu!” ucap-Nya dengan suara yang penuh kasih.
Para saudara dan saudariku yang terkasih…
Namun, walaupun cinta dan damai sejahtera tersedia, kota itu masih terbelenggu oleh kebingungan dan ketidaktahuan. Yesus tahu bahwa masa depan yang gelap menanti kota itu. “Sebab akan datang harinya,” kata-Nya dengan nada sedih, “musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan.” Firman-Nya seolah menjadi pemberitahuan akan penderitaan yang akan menimpa kota yang dicintai-Nya. Dalam kehangatan senja yang merah menyala, Yesus melanjutkan, “dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu, dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain.” Gambaran kehancuran dan kehampaan seolah menggema dalam kata-kata-Nya. Dia mengetahui bahwa keabadian akan tergantikan oleh kepahitan dan keruntuhan.
Para saudara dan saudariku yang terkasih…
Kita diajak merenung atas air mata Sang Penyelamat yang menetes di depan kota yang akan menghukum-Nya. Air mata-Nya bukan hanya untuk Yerusalem kuno, tetapi juga untuk setiap kota dan hati yang tidak mengenal damai-Nya. Yesus menangis karena cinta-Nya yang mendalam dan keinginan-Nya untuk menyelamatkan setiap jiwa yang tersesat. Maka, marilah kita mendengarkan jeritan kasih-Nya, merenung atas air mata-Nya yang membasahi bumi ini. Dalam tangisan itu, terkandung ajakan untuk mengerti jalan damai-Nya, merangkul anugerah-Nya, dan mengizinkan cinta-Nya menyelamatkan kita dari kehancuran yang mengancam. Air mata Sang Penyelamat adalah panggilan untuk hidup dalam damai-Nya dan menerima kasih-Nya yang tiada tara.
Pace e bene
Editor : Admin