Sejarah

Sejarah Singkat Provinsi St. Fransiskus Duta Damai – Papua (Indonesia)

Provinsi St. Fransiskus Duta Damai  Papua berawal dari tahun 1937. Setelah Vikariat Apostolik baru Indonesia Timur Nederland, yang berpusat di Langgur, dibentuk tahun 1920, Mgr J. Aerts MSC, vikarius pertama, menemukan wilayah misi yang luas, mencakup Maluku dan Papua. Karena itu tahun 1934 dia mencari ordo lain untuk mengambil bagian lain dari wilayah misi MSC itu.  Surat ditujukan kepada Dewan Pimpinan Fransiskan Belanda. Di tengah semangat Misi Besar Belanda dan ditantang zending Protestan, Dewan pimpinan, yang sangat merindukan daerah misi di Timur, dengan senang hati dan penuh antusias menerimanya, walaupun kekurangan dana dan tenaga karena pada saat yang sama membuka misi di Pakistan, Bangladesh dan India. Pada tanggal 28 September 1936 Kardinal Perfek Propaganda Fide menawarkannya kepada General Fransiskan di Roma. Pimpinan Fransiskan di Roma menjawab. “Magno cum gaudio, dengan kegembiraan yang besar…” yang dikirim ke provinsial Belanda. Prokur Misi langsung menyampaikan kepada 3 pastor muda, calon yang sedang mengikuti kursus Misi di bidang kesehatan, Pater Zeno Moors, Fulco Vugts dan Philippus Tetteroo. Kemudian Pater Nerius Louter, Saturninus van Egmond, pengajar mereka, dengan senang hati ikut bergabung. Mereka kemudian menjadi 6 orang ketika fransiskan muda 26 tahun,  Bruder Sebastiaan (Bas) Vendrig, seorang tukang kayu dan pemain piano, ikut bergabung. Mereka akan dikirim untuk menjadi misionaris di Vikariat baru bagian utara: Ternate, Bacan, Tidore, Halmahera, dan Papua bagian Utara, Kepala Burung, dengan resort Babo, Kokas, Fakfak dan kemudian Mimika.Tanggal 29 Desember 1936 mereka mulai berlayar dengan kapal Jan Pieterszoon Coen. Setelah satu bulan, tanggal 29 Jan 1937 mereka tiba di Jawa dan kemudian terus berlayar ke Tual melalui Makasar. Dari Tual  mereka tersebar. Ada yang Ternate untuk buka pusat misi di sana. Louter dan Tetteroo mendarat di Kaimana tanggal 18 Maret 1937 sebelum ke Fakfak dan Babo. Van Egmond dan Vugts tiba di Manokwari tanggal 20 Maret 1937. Sejak 1 April 1937 surat peralihan dari MSC ke OFM untuk wilayah Kepala Burung ditandatangan.

Misi Berkembang di Fakfak, Babo, Manokwari. Selanjutnya misi semakin ke timur. Dari daerah Manokwari, tahun 1939 misionaris Frankenmolen ke Arso dan kemudian ke Mimika. Misi awal yang sulit, baik karena kekurangan pengetahuan misi maupun karena daerah sulit, persaingan dengan zending dan perang. Kegiatan misi berlanjut, di pantai dan di pegunungan, dengan pelbagai cara.  Setiap misionaris sibuk dengan karya misinya sendiri di pos-pos karena transportasi dan komunikasi yang terbatas. Dengan konsentrasi pada karya misi, peran vikarius lebih menonjol daripada pimpinan fransiskan, Superior Regularis dari Provinsi di Belanda.

Setelah perang, setelah tahun 1962, perubahan baru menandai kehidupan misi di Papua. Dari Belanda tiba gelombang baru misionaris yang membawa visi dan semangat baru. Dipengaruhi oleh roh Vatikan II, para fransiskan di Belanda terdorong untuk mempelajari fransiskan dari sumber asli. Gerakan ini menghasilkan semangat misionaris yang mulai menekankan cara fransiskan. Cara berpastoral  berbasis komunitas dikembangkan agar ada kesempatan sharing dan pendalaman fransiskan. Sementara itu Fransiskan di Jawa berhasil membentuk kustodi dan kemudian vicaria messionaria. Calon bertambah banyak. Beberapa tahun kemudian fransiskan di Irian bekerja sama dengan vicaria  Indonesia yang berujung pada pembentukan komunitas Indonesia di Balim. Cara ini, yaitu karya berbasis komunitas, menegaskan entitas otonom fransiskan  yang berbeda dari misionaris pekerja pastoral yang diatur oleh vikarius apostolik.

Sementara itu suatu perkembangan baru dalam persaudaraan terjadi tahun 1969. Tanggal 24 Februari  Instruksi dari Roma dikeluarkan untuk mengakhiri ius commisionis pelaksanaan karya misi sehingga  wilayah misi diserahkan oleh ordo  kepada keuskupan. Karya misi ada di bawah keuskupan dan ordo mendapat mandat dari keuskupan untuk bekerja di wilayah tertentu dengan suatu kontrak. Pimpinan OFM Irian Jaya menandatangani mandat dari Keuskupan Jayapura tanggal 1 Oktober 1973. Dengan ini ikatan OFM dengan keuskupan menjadi longgar dan ordo lebih nampak otonom dan berkembang sesuai dengan semangat ordonya.

Perkembangan selanjutnya adalah membuka pendidikan bagi fransiskan pribumi, bersamaan dengan semakin jarangnya misionaris karena peraturan pemerintah tahun 1978 yang melarang misionaris bekerja di Indonesia. Hal ini menghantar para misionaris dalam pergumulan apakah bergabung dengan Indonesia atau tidak. Dalam situasi itu, walaupun menyakitkan bagi misionaris yang datang sebelum tahun 1962, disusun sebuah konstruksi untuk membentuk custodia dependens yang bergantung pada provinsi Indonesia. Fransiskan Papua menjadi bagian dari provinsi Indonesia tetapi memiliki kepengurusan sendiri. Dengan demikian secara formal fransiskan Belanda di Papua tidak lagi menjadi anggota provinsi Belanda, kecuali beberapa saudara. Penyerahan ke provinsi Indonesia terjadi tanggal 29 November 1986 dari Provinsi OFM Para Martir dari Gorcum di Belanda. Hal itu dirayakan di Wamena tanggal 18 Maret 1987. Peristiwa itu berarti berakhirlah secara resmi suatu ‘era misi’. Fansiskan Papua memulai suatu tahap  baru.

Setelah masa itu jumlah orang Indonesia semakin banyak, sementara saudara Belanda semakin kurang. Sedikit demi sedikit muncul keinginan agar tahun 2002 berubah menjadi suatu provinsi, tetapi yang terwujud adalah kustodi independen tahun 2008. Kustodi bisa mengurus diri sendiri dan ada langsung di bawah jenderal OFM di Roma.

Dengan perkembangan jumlah saudara, dan bertambahnya gardianat, didukung oleh kemandirian hidup fransiskan dan prospek calon pada masa yang akan datang, maka diusahakan agar status itu dirubah menjadi provinsi agar kualitas semakin ditingkatkan dan bisa menjadi persaudaraan yang tangguh untuk mengembangkan karya yang lebih besar. Permohonan diajukan ke Roma. Pimpinan OFM di Roma meminta Br Piet Bots menjadi visitator untuk menyelidiki situasi yang mendukung usulan itu. Dan setelah hasilnya dipelajari oleh pimpinan di Roma, maka pada tanggal 14 September 2017 minister jenderal, melalui Br Piet Bots OFM, mengumumkan secara resmi berdirinya Provinsi St. Fransiskus Duta Damai – Papua (Indonesia).

Sejak  16 Maret  1937 : : Saudara-saudara Dina Fransiskan  berkarya di Tanah Papua
Superior Regularis I
Superior Regularis II (pjs)
Superior Regularis Ill
Superior Regularis IV
Superior Regularis V
Superior Regularis VI
Superior Regularis VII
Superior Regularis VIII
Superior Regularis IX
Superior Regularis X
Superior  Regularis XI
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Saturninus van Egmond
Nerius Louter
Oscar Cremers
Claudius van deWestelaken
Manfred Staverman
Eelco Bruinsma
Dirk Lunter
Koos Houdijk
Frans van Maanen
Jos Donkers
Jan Koot
1937 – 1945
1945 – 1947
1947 – 1950
1950 -1954
1954 -1956
1956 -1964
1964 -1967
1967 -1971
1971 – 1977
1977 -1983
1983 -1987

Sejak 29 November 1986 Daerah Misi Tanah Papua diserahkan oleh Provinsi Para Martir dari Gorcum di Belanda kepada Provinsi Santo Mikhael di Indonesia, dan dengan demikian menjadi bagian integral dari Provinsi ini.

Sejak 18 Maret 1987 menjadi Custodia Dependens.

 Kustos I
Kustos II
Kustos Ill
Kustos IV
Kustos V
:
:
:
:
:
Jan Koot
Theo Vergeer
Fred Dijkmans
Nico Syukur Dister
Ferdinand  Sahadun
1987-1990
1990-1996
1996-2002
2002-2005
2005-2008

Sejak 21 September 2008 menjadi Custodia lndependens

Kustos I :   Gabriel Ngga 2008-2011
Kustos II :   Gabriel Ngga 2011-2014
Kustos Ill :   Wilhelmus I. G. Saur 2014-2017

Sejak 14 September 2017 menjadi Provinsi
Minister Provinsial I  : Gabriel Ngga