Praktek Kegerejaan di Stasi Salib Suci – Takar Tengke Paroki St. Antonius Paudua Sarmi.
Menjadi suatu kewajiban dan bahkan keharusan bahwasannya mahasiswa semester IV (tingkat II) sebelum memasuki semester V (tingkat III) Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur menjalankan praktek kegerejaan. Praktek ini biasanya bertempat di paroki-paroki yang berada di sekitar Jayapura sesuai dengan kesepakatan antara pihak kampus dengan Pastor paroki, dewan paroki serta umat di paroki tersebut. Praktek kegerejaan ini berlangsung selama satu bulan dengan berbagai tujuan dan rencana kegiatan yang perlu dipertanggungjawabkan: baik kepada umat paroki, dewan, sekolah/kampus dan terutama untuk kehidupan panggilan sendiri. Praktek kegerjaan menjadi mata kuliah yang wajib diikuti oleh semua mahasiswa entah sebagai awam ataupun sebagai religius. Selain itu, praktek kegerejaan sebagai bentuk persiapan bagi para pelayan Gereja secara umum dan para calon imam secara khusus untuk melihat, menanggapi dan merasakan realitas pastoral tertentu. Situasi seperti ini juga dapat membentuk kepribadian dan mematangkan setiap pribadi mahasiswa untuk mengetahui tujuan panggilan hidup yang dipilihnya. Melalui praktek kegerejaan, setiap mahasiswa di harapkan untuk mengerti dan memahami tujuan hakiki menjadi seorang gembala umat dan pengajar iman di kemudian hari. Bagi penulis, mata kuliah ini menarik karena mahasiswa berupaya sebisa mungkin mempraktekkan ilmu pengetahuan atau teori kepada hal yang lebih nyata, praktis, konkrit dan tidak bertentangan dengan iman. Jadi, mata kuliah Praktek kegerejaan ini bukan hanya bertujuan untuk hadir dan merasakan kehiduapan umat, tetapi lebih daripada itu setiap mahasiswa mempunyai tugas untuk membagikan pengetahuan-pengetahuan dasar tentang iman melalui banyak kegiatan.
Penulis sendiri menjalani praktek kegerejaan di stasi Salib Suci Takar-Nengke, paroki Santo Antoniunius Padua-Sarmi. Secara geografis Stasi Salib Suci terletak di distrik Pantai Timur bagian Barat, Kabupaten Sarmi dan berada di lintas jalur utama trans Jayapura-Sarmi. Penulis sendiri ketika tiba di tempat gereja Katolik, sangat terkejut dengan penampilan gereja yang secara fisik cukup besar, rapi dengan halaman dan pagarnya yang indah. Selain itu ada pastoran yang dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. Melihat kondisi dan tampilan gereja seperti ini mengarahkan pikiran penulis tentang kuantitas dan kualitas umat di tempat ini. Setidaknya penulis mendapatkan suatu gambaran bahwa gereja yang rapi, bersih dan cukup besar ini lahir dari niat serta keaktifan umat dalam kehidupan menggereja.
Stasi Salib Suci Takar-Nengke berada di pesisir pantai, sehingga laut juga menjadi sumber pencaharain untuk kebutuhan masyarakat setempat. Selain itu, berburu, bekerja di perusahaan kayu, bertani dan berdagang menjadi aktivitas penting dalam memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini karena pada minggu pertama, penulis bersama saudara Eko sebagai teman praktek berkeliling untuk lebih mengenal lingkungan dan melakukan adaptasi dengan situasi-situasi di daerah Takar-Nengke. Dalam pengenalan ini, kami dibantu oleh beberapa umat Katolik yang dengan setia menemani dan memberikan informasi tentang tempat-tempat yang dikunjungi: mulai dai tempat ibadah, tempat tinggal umat Katolik, tempat kerja dan fasilitas-fasilitas umum lainnya.
Selain beradaptasi dengan lingkungan, pada Minggu pertama penulis diperhadapkan dengan tugas penting yaitu membina calon Krisma dan persiapan penerimaan kunjungan perdana uskup keuskupan Jayapura Mgr. Yanuarius Theofilus Matopai You, Pr ke Paroki santo Antonius Padua-Sarmi secara umum dan Stasi Salib Suci Takar-Nengke secara khusus. Menanggapi hal ini, penulis berdasarkan arahan pastor paroki, diskusi dengan teman praktek dan pengurus stasi setempat memberikan orentasi penuh pada pembinaan calon Krisma. Faktor penerimaan sakramen Krisma yang terjadi dalam waktu dekat membuat penulis beregarak dengan cepat dalam melakukan pembinaan. Penulis bersykur bahwa bisa memberikan katekse dan pembinaan kepada calon penerimaan sakramen Krisma, sebab jika tidak maka mereka tidak mendapatkan pembekalan terhadap sakramen yang diterima. Karena di stasi ini tidak ada katekis dan pengurus parokipun tidak ada yang datang ke Stasi untuk melakukan pembinaan. Penulis sejatinya telah mempersiapkan berbagai bahan katekese yang telah dikonsultasi dengan dosen liturgi untuk disetujui kelayakannya. Selain itu, penulis juga menggunakan buku Katekismus Gereja Katolik, Buku Iman Katolik dan beberapa buku katekese tentang sakramen sebagai sumber utama dalam menjalankan katekese. Karena waktu yang begitu mendesak, penulis melakukan enam kali pertemuan dengan peserta calon Krisma dengan persentasi waktu seratus lima puluh menit setiap pertemuan. Dalam berkatekese, penulis menggunakan dinamika yang cukup fariasi yaitu dengan memberikan materi, membaca Kitab Suci, menyanyi, shering, istrahat, makan-minum bersama dan saling berbagi tentang pengalaman iman. Selain itu, persiapan dalam penerimaan kunjungan uskup di Stasi Salib Suci Nengke juga mendapatkan suatu kesulitan, karena umat tidak memiliki pengalaman bagaimana menerima kunjungan besar seperti ini. Pengurus dan umat stasi amat menyadari hal ini, sehingga mereka terbuka dan mengharapkan pengalaman dan kesediaan dari kami. Oleh karena itu, kami merespon baik, berdiskusi dan merencanakan secara bersama susunan penyambutan bapa uskup dan acara yang berlangsung di stasi. Dengan diskusi bersama, akhirnya kami menyepakati suatu susunan acara yang teratur dan dengan keterangannya masing-masing. Bagi penulis, hal terpenting dari pengalaman ini adalah setiap kesulitan mesti dibicarakan, koordinasi, didiskusikan, saling percaya, kerja sama dan melengkapi satu dengan lainnya. Menarik bahwa, acara penyambutan dan penerimaan bapa uskup melibatkankan semua umat yang ada di Takar-Nengke dan sekitarnya. Bahkan tarian penyambutan berupa Suling Tambur di bawakan oleh umat-umat Gereja tetangga (Protestan) yang dengan semangat dan antusiasme yang tinggi. Tarian penyambutan di depan gereja juga di bawakan oleh anak-anak SMP Takar-Nengke yang berasal dari berbagai agama. Selain itu, sepatah kata sebagai bentuk penyambutan terhadap kehadiran Uskup di sampaikan oleh bapa distrik yang bukan agama Katolik, tetapi mewakili seluruh umat: baik Katolik maupun umat beragama lainnya. Pengalaman ini menjadi inspirasi baru, bahwasanya persaudaraan dan toleransi di tempat ini cukup baik. Artinya kehadiran bapa Uskup juga menjadi sukacita dan kegembiraan bersama, tetapi lebih dari pada itu kehadiran bapa uskup dapat mempererat tali persaudaraan antara seluruh umat. Seluruh umatpun mendapatkan doa dan berkat dari bapa uskup dengan pesan-pesan yang meyakinkan bahwa cinta kasih Allah itu mesti nyata dalam kehidupan bersama meskipun berbeda dari latar belakang, agama, budaya, warna kulit dan lain sebagainya.
Ketika pembinaan calon Krisma, penerimaan bapa uskup dan perayaan penerimaan sakramen Krisma berjalan dengan baik, pada minggu kedua pengurus stasi dan umat setempat meminta kepada penulis untuk mengusulkan supaya diadakan penerimaan komuni pertama di Stasi Salib Suci-Nengke. Penulispun meneruskan pesan mereka semua kepada pastor paroki dengan alasan-alasan yang cukup meyakinkan. Pastor Yan, Pr sebagai pastor paroki menerima baik niat dan permintaan umat dengan suatu persyaratan bahwa kami sebagai mahasiswa praktek harus memberikan pembinaan rutin kepada calon penerima sakramen komuni pertama. Ia juga menjelaskan bahwa, kehadiran kami menjadi kesempatan baik bagi umat untuk mendapatkan katekese, pembinaan dan pelatihan-pelatihan liturgis yang selama ini jarang dilakuakn karena kekurangan tenaga pastoral. Apalagi di Stasi Salib Suci Takar-Nengke belum pernah di adakan penerimaan komuni pertama secara khusus yang bertempat di gereja stasi. Jadi ini menjadi kesempatan pertama bagi seluruh umat Katolik di Stasi Takar-Nengke untuk menerima dan mengikuti perayaan penerimaan komuni pertama di gereja stasi. Oleh karena ini menjadi pengalaman baru, maka mereka perlu dituntun, didampingi, diberitahu dan diinformasikan tentang apa dan bagaiman perayaan ini berlangsung. Setelah melihat persyaratan, maka delapan orang anak memenuhi persyaratan dari pastor paroki dan diperkenankan untuk mengikuti pembinaan. Mereka berasal dari berbagai jenjang usia: ada yang SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Akhirnya, penulis bersama dengan teman praktek secara bergantian melakukan pembinaan. Ada beberapa poin penting yang telah kami sepakati bersama untuk pembinaan, yaitu: belajar doa-doa pokok, pendalaman dan informasi tentang sakramen-sakramen (terutama sakramen Ekaristi), mendalami dan mengenal perayaan liturgi, peralatan liturgi, warna liturgi, masa-masa liturgi, tahun liturgi, mengenal susunan ibadat dengan imam dan tanpa imam, mengenal Kitab Suci secara umum, pengenalan Hirarkis Gereja Katolik dan berbagai informasi untuk pendalaman iman lainnya. Pembinaan ini berlangsung selama dua minggu dalam delapan pertemuan dengan persentasi waktu dua jam setiap pertemuan. Penulis sendiri terkejut dengan situasi hampir setiap anak yang tidak mengetahui doa-doa dasar meskipun sudah cukup berusia, sehinggga latihan doa juga menjadi salah satu orentasi dasar pembinaan. Ini memang pengalaman pertama penulis dalam membina calon-calon penerima sakramen secara resmi, sehingga wajar kalau terkejut dengan situasi-situasi yang demikian.
Berdasrakan refleksi pribadi, penulis meminta kepada peserta untuk melakukan pembinaan di gereja dan di rumah tempat mereka tinggal secara bergantian. Ini juga kesempatan bagi penulis untuk mengunjungi, mengenal dan mendekatkan diri kepada keluarga dan kehidupan mereka. Hal ini juga bertujuan agar mereka sebagai sesama umat Katolik tetap menjaga kesatuan, persekutuan dan menjujung tinggi solidaritas dengan saling mengenal dan kunjung-mengunjungi. Sehingga, tepatnya pada hari Minggu, 9 Juli 2023 perayaan komuni pertama di Stasi Salib Suci Takar-Nengke berlangsung dengan meriah dengan semangat dan dukungan penuh dari semua umat Katolik serta keluarga besar atau kenalan dari peserta komuni pertama yang non-Katolik. Setelah perayaan Ekaristi berlangsung, pastor paroki, seluruh umat Katolik dan semua undangan yang hadir mengikuti resepsi bersama di halaman Gereja. Dalam seluruh dinamikan kegiatan tiga Minggu sebelumnya, penulis masih menyempatkan diri untuk mengunjungi semua rumah-rumah umat Katolik dengan tujuan untuk mengenal dan berbagai pengalaman iman, pengalaman hidup dan situasi kehidupan mereka. Penulis menyadari bahwa kunjungan seperti ini sangatlah penting untuk saling mengenal lebih dekat, shering dan bersedia untuk saling mendengarkan setiap pengalaman hidup. Selain itu, pada minggu terakhir penulis bersama saudara Eko sesuai rencana dan kesepakatan bersama memfokuskan kunjungan di setiap rumah umat Katolik untuk melakuan pendataan umat. Pendataan ini juga dilakukan berdasarkan instruski dari pastor paroki dan pengurus stasi setempat. Dari kunjungan ini, penulis menyadari betapa semangatnya umat Katolik dalam mengikuti setiap perayaan dan ibadah di Gereja, meskipun rumah atau tempat tinggal mereka ada yang sangat jauh. Apalagi tidak semua umat memiliki kendaraan pribadi sebagai alat transportasi. Mereka hanya mengharapkan ada umat lain yang memberikan tumpangan kalau tidak berarti mereka harus berjalan kaki. Dari berbagai kegiatan, pelayanan dan situasi umat di atas, penulis perlu merefleksikan bebebapa poin penting dalam pastoral, yaitu: pertama, hemat penulis Stasi Salib Suci-Takar-Nengke amat memerlukan kehadiran seorang katekis yang selalu ada untuk membina, bersosialisi, melakukan katekse dan pelatihan-pelatihan lainnya kepada mereka. Karena penulis selama satu bulan amat menyadari bahwa umat di stasi ini memeiliki semangat tetapi kekurangan pembinaan dan Katekese seperti: sosialisasi tentang Tata Perayaan Ekaristi yang baru, pelatihan Mazmur yang baru, pelatihan pemimpin ibadat Sabda tanpa imam, melatih doa-doa dasar, berbagai pembinaan dan banyak hal yang berhubungan dengan liturgi. Sehingga selama satu bulan, meskipun waktunya sangat tidak cukup, penulis berusaha menggunakannya dengan berbagai kegiatan-kegiatan selain kegiatan yang telah diterangkan di atas. Penulis bersama teman praktek melakukan katekese setiap hari minggu setelah ibadah, memberikan pelatihan kepada penguus stasi dalam memimpin ibadah sabda, latihan doa-doa, latihan menyanyi, memimpin perayaan-perayaan syukur dan mengunjungi umat yang sakit.
Penulis sebenarnya sangat bangga tetapi juga terkadang merasa malu dengan dinamika kehidupan umat di stasi ini. Bangga karena semangat, kekompakan, kerja sama, antusiasme, kerelaan dan sukacita yang mereka tunjukan dalam mengikuti kegiatan-kegiatan gereja. Meskipun mereka mungkin kurang dalam hal informasi, tetapi sebenarnya mereka kaya dalam merindukan perjumpaan dengan Tuhan dan sesama anggota gereja. Dengan semangat seperti ini, penulis malu karena meskipun mendapatkan pengetahuan, informasi dan fasilitas yang memadai tetapi dalam beberapa kesempatan masih saja sering lalai, malas dan kehilangan semangat dalam mengikuti doa dan kehidupan komunitas. Sehingga, melalui praktek kegerejaan ini kembali menyadai, mengingatkan dan memberi motivasi baru bagi penulis bahwasanya ternyata masih banyak orang yang mengalami kekurangan tetapi semangat dalam menjumpai Tuhan dan sesamanya. Sehingga, setelah praktek kegerejaan ada perubahan dan komitmen baru bagi penulis yang sudah dihidupi sejauhini untuk selalu berdoa, aktif dalam kegiatan komunitas dan memberikan diri dengan segala keterbatasan, kekuranagn tetapi juga kelebihannya. Karana penulis yakin, kesuksesan, kebahagiaan, semangat, kasih, pelayanan dan pengabdian umat stasi Salib Suci Nengke lahir dari ketekunan mereka dalam doa. Sehingga mereka dirahmati oleh Allah dalam banyak hal sehingga mereka dapat kerja dan hidup dengan baik, meskipun mereka sangatlah minoritas di daerah Takar-Nengke.
Pada akhirnya, penulis sangat bersyukur atas panggilan dan perutusan Tuhan yang telah dan sedang dijalankan. Perjumpaan dengan umat selama praktek kegerejaan memberikan kesadaran dan pengalaman baru bagi penulis bahwa panggilan ini menarik, menggembiarakan tetapi juga sangat menantang. Manarik dan membahagiakan karena kehadiran penulis dapat membantu, berbagi dan menemukan keluarga-keluarga baru tanpa harus memperhitungkan latar belakang dan sejarah. Dalam kekeluargaan itu, penulis dapat mewartakan Kabar Gembira, memberikan cinta, perhatian dan dukungan kepada orang lain. Semuanya itu bukan karena siapa-siapa, tetapi murni karena rahamat yang berasal dari Yesus Kristus. Selain itu, jalan panggilan dan perutusan ini amat menantang karena diperhadapkan pada berbagai situasi. Penulis dituntut untuk mempunyai kecakapan dalam mendengarkan, berbicara, berbagi, shering, memberikan solusi dan harus mempunyai kepercayaan diri untuk berjumpa dengan orang lain. Penulis juga pada akahirnya mengerti bahwa kerendahan hati amat membantu dalam proses panggilan, perutusan dan pelayanan. Karena pada akhirnya penulis akan berjumpa banyak orang dengan latar belakang, gaya hidup, budaya dan keunikannya masing-masing. Dalam keunikan itu, penulis lebih rendah hati untuk bisa menyesuaikan diri, menurunkan ego dan mengesampingkan kepentingan diri sendiri. Pada akhirnya, praktek kegerejaan memberikan banyak transformasi bagi panggilan sendiri dengan kekayaan pengalaman, perjumpaan, situasi dan pelayanan yang dimiliki. Bersykur juga bahwa, kehadiran penulis di stasi Salib Suci Takar-Nengke dapat memberikan sedikit perubahan, sumbangan dan kontribusi bagi pengembangan kehidupan iman umat Katolik.
Selain itu, penulis semakin mengerti bahwa menjadi seorang pelayan Gereja itu bukanlah suatu perkara yang mudah. Karena dituntut untuk terbuka, peduli dan memiliki hati untuk orang lain. Dalam pelayanan juga harus selalu bersedia dengan memperhitungkan kebutuhan-kebutuhan dan situasi yang terjadi dalam kehidupan umat: sukacita, syukur, duka ataupun sedih. Sehingga, tidak ada lagi keegoisan, kesombongan dan cinta yang berpusat pada diri sendiri. Kesadaran ini juga yang penulis hidupi dalam kehidupan komunitas saat ini untuk lebih terbuka, memiliki kerelaan, empati, kerendahan hati dan siap-sedia menolong orang lain. Pada akhirnya, praktek kegerejaan ini memberikan semangat baru bagi penulis untuk tetap setia dalam panggilan, karena ternyata Kristus masih membutuhkan pekerja di kebun anggur-Nya.
Penulis: sdr. Christoforus Darsono, OFM
Editor : Admin